Pages

Jig Dan Welding Fixture : Kendala Desain dan Solusinya


Dalam teknik pengelasan sering ditemui masalah-masalah general yang berdampak pada produk seperti halnya deformasi, visual, treatment dan beberapa masalah lainnya yang menjadi “PR” untuk para desainer fixture untuk dapat mengantisipasi masalah tersebut.
Kesalahan dalam mendesain fixture dapat berakibat sangat fatal karena setelah desain telah direalisasikan, repair untuk fisik fixture jauh lebih sulit dari pada repair desain itu sendiri.

Beberapa masalah utama yang menjadi concern desainer welding fixture yaitu :
  1. Faktor deformasi
    Deformasi adalah efek yang ditimbulkan dari proses welding yaitu perubahan bentuk material karena perubahan temperatur yang sangat ekstrim yang dialami oleh material.
Mengapa deformasi menjadi kendala? 
Ketika desainer produk menuntut hasil yang presisi dari proses welding maka deformasi menjadi satu masalah yang besar yang harus dihadapi oleh tool maker (pembuat fixture dan jig). Deformasi membuat dimensi yang sudah terjaga oleh welding fixture menjadi Out Of Tolerance (OOT). Misalnya ketika membuat jarak 2 komponen 100mm pada fixture, setelah proses welding dan komponen dilepas, dimensi yang terukur bisa saja minus atau plus. Jika toleransi yang dizinkan masih lebih besar dari penyimpangan yang terjadi, maka itu aman. Namun jika toleransi yang diminta lebih kecil dari permintaan maka itu menjadi masalah.
Bagaimana mengatasi deformasi?
Sebenarnya dengan menggunakan fixture saja sudah merupakan salah satu cara untuk meminimalkan deformasi welding. Namun dalam aplikasinya, fixture saja masih belum bisa mengontrol deformasi yang terjadi. Berikut ini beberapa tips meminimalkan efek deformasi selain dengan fixture:
  1. Counter
  2. Parameter setting
  3. Review desain
Pembahasan lebih lengkap dapat dibaca di Mengatasi Deformasi Welding : Tips dan Trik
  1. Variasi part
    Yang dimaksud dengan variasi part adalah perbedaan dimensi part yang diproses terkait dengan supplier.
    Contoh : Sebuah produk terdiri dari part A dan part B. Untuk part A yang dijadikan referensi pada Welding Fixture adalah Ø20±0,2 (diameter luar). Setelah dicek ternyata part yang didapatkan adalah :
    Part A1 : Ø20,04
    Part A2 : Ø20,1
    Part A3 : Ø19,85
    Part A4 : Ø21,2
    dst.
    Toleransi yang diizinkan adalah 20±0,2. Untuk membuat locator diameter tersebut berarti haruslah memakai dimensi terbesar yang diizinkan.
    Dimensi locator = 20 + 0,2 = 20,2.
    Dengan demikian jika kemudian operator Welding menemukan part sesak dengan Welding Fixture maka sudah bisa dipastikan bahwa part tersebut over dari toleransi.
    Kendala yang terjadi adalah ketika dimensi yang diminta merupakan dimensi geometri misalnya konsentrisitas (jarak maksimal yang diizinkan antara 2 atau lebih sumbu putar)
    Setelah melihat gambar di atas sudah jelas apa yang dimaksud dengan konsentrisitas. “X” adalah nilai konsentrisitas. Semakin kecil maka semakin sulit dicapai.
    Contoh kasus :
    Komponen A memiliki diameter luar 30 ±0,5
    Komponen B memiliki diameter luar 20 ±0,2
    Keduanya harus diproses welding dengan tuntutan :
      Konsentrisitas 0,6.
      Pembahasan :
Secara teori : range diameter komponen A adalah
= 2x0,5 = 1mm
dan komponen B
= 2x0,2 = 0,4mm
    Jika tanpa tuntutan konsentrisitas, maka fixture akan dibuat dengan spesifikasi sbb:
    1. Locator komponen A = 30,5 (diambil maksimal)
    2. Locator komponen B = 20,2 (diambil maksimal)
    Maka konsentrisitas maksimal yang mungkin terjadi dengan fixture di atas adalah jika :
      • komponen A -> Ø29,5 . Kekocakan antara komponen dengan fixture
        = 30,5 – 29,5 = 1mm
        Maka :
        pergeseran maksimal sumbu (konsentrisitas) adalah setengah dari pergeseran diameter
        = 1 x 0,5 = 0,5 mm
      • komponen B -> Ø19,8. Berarti konsentrisitas maksimal adalah 0,2 mm. (analisa seperti komponen A)
      • Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrisitas (K) dari fixture ini adalah
          K =0,5 + 0,2 = 0,7
      • Permintaan gambar adalah 0,6 sehingga fixture dengan desain seperti ini masih belum memenuhi qualifikasi
    Opsi yang bisa dipakai :
    1. mengubah toleransi part menjadi lebih presisi
      sehingga K maksimal adalah 0,6.
    2. memperbesar toleransi konsentrisitas yang diminta minimal 0,7.
    3. membuat adjustable fixture. Ini adalah langkah terakhir jika 2 opsi di atas sudah tidak memungkinkan karena alasan fungsional atau apapun permintaan customer. Maksudnya adalah salah satu locator dibuat adjustable menyesuaikan diameter aktual part.
      Dalam hal ini ada 2 diameter yaitu :
      • Ø 20 ± 0,2
      • Ø 30 ± 0,5
      Maka diambil yang range-nya terbesar yaitu Ø30±0,5 dengan range 1 mm yang akan memakai ajdustable locator. Sehingga diameter yang memakai adjustable locator dianggap mempunyai konsentrisitas 0,0 tergantung dari kualitas adjuster yang dipakai. Dengan demikian konsentrisitas yang bisa dicapai fixture menjadi :
        K = 0 + 0,2 = 0,2 (seperti rumus di atas)
      Apa itu adjuster ?
      Adjuster dalam hal ini adalah clamp yang mampu melakukan clamping menyesuaikan dengan diameter aktual part sehingga garis sumbu tetap pada posisinya. Perhatikan ilustrasi gambar di bawah:
      Lihat gambar Adjuster :
      Berapapun diameter aktual part dengan locator adjuster, centernya tetap pada titika tengah. Karena ajduster menyesuaikan dengan diameter aktual partnya.
      Sedangkan gambar locator, jika diameter aktual part ternyata lebih kecil daripada diameter locator maka akan terjadi pergeseran center/sumbu sebesar “X” yang besarnya :
        X = (D – C)/2
      Dengan
        X = pergeseran sumbu (konsentrisitas)
        D = diameter locator
        C = diameter part (aktual)
      Namun yang perlu diingat bahwa pembuatan fixture seperti ini memerlukan cost yang lebih mahal daripada fixture biasa sehingga langkah ini direkomendasikan menjadi langkah yang terakhir.


  1. Penentuan Flow Proses
    Hal utama yang perlu diperhatikan saat mendesain Welding Fixture adalah flow process. Dari kata FLOW : aliran dan PROCESS : proses, yang berarti aliran atau urutan proses welding dari single part menjadi satu produk welding.
    Seperti apa flow proses itu?
    Perhatikan gambar dibawah ini :
    Produk di atas bisa memiliki flow proses seperti gambar berikut :
    Dengan demikian berarti dibutuhkan 2 fixture untuk membuat produk tersebut.
    Bagaimana cara menentukan flow proses?
    Tidak ada teori pasti untuk hal ini hanya beberapa pengalaman dan juga trial and error yang bisa dijadikan referensi pembuatan flow proses. Beberapa poin yang perlu diperhatikan antara lain :
    1. Tuntutan desain
      Perhatikan gambar berikut :
      Contoh kasus :
        Desain produk menuntut konsentrisitas antara lubang komponen A harus safe/aman.
      Flow 1 :
      • step 1 : komponen C (2pcs) + komponen B
      • step 2 : hasil step 1 + komponen A (2pcs)
      Flow 2 :
      • step 1 : komponen B + komponen A (2pcs)
      • step 2 : hasil step 1 + komponen C (2pcs)
      Dengan mempertimbangkan faktor deformasi yang ada maka Flow 1 merupakan flow yang paling tepat untuk mengerjakan produk ini.
      Pembahasan :
      Flow 2 : Ketika pada step 1 : komponen B + komponen A (2pcs) konsentrisitas antara lubang komponen A sudah memenuhi tuntutan desain. Kemudian saat proses 2 dilakukan faktor deformasi akan membuat komponen B mengalami perubahan bentuk yang pasti juga akan berakibat pada posisi masing-masing lubang komponen A. Sehingga konsentrisitasnya akan berubah dan memiliki kemungkinan untuk melebihi batas toleransi yang diminta.
      Flow 1 : Pada Flow 1 komponen A diproses pada proses finish atau akhir sehingga konsentrisitas antara lubang tidak terpengaruh proses lain. Hal ini lebih aman karena konsentrisitas antara lubang hanya dipengaruhi dimensi fixture saja.
    2. Banyaknya part yang akan diproses
      Poin ini menentukan jumlah proses yang dibutuhkan
    3. Lokasi sambungan las
      Hal ini dapat berpengaruh jika posisi yang akan dilas berkebalikan, sehingga harus membuat 1 fixture tambahan hanya untuk melakuakan las balik. Walaupun sebenarnya produk tersebut sudah bisa ter-assy dengan baik hanya dengan 1 fixture saja.
      Selain itu urutan proses juga harus diperhatikan terkait dengan ruang gerak welder. Misalnya, karena kesalahan flow, ada bagian yang tidak bisa terproses karena terhalang atau bahkan tertutup part yang lain.
    4. Cost / biaya
      Beberapa poin yang mempengaruhi cost dan biaya dalam pembuatan flow proses :
      • jumlah proses = jumlah fixture
      • dimensi fixture = kebutuhan material
      • sesuai tuntutan desain = jumlah reject/repair
      • tingkat kesulitan = machining cost/time
Demikian pembahasan mengenai Kendala Desain Jig dan Solusinya.. Semoga bermanfaat..

Macam-macam Clamping Yang Digunakan Dalam Welding Fixture

Setelah membahas Macam-macam Jig Dan Welding Fixture pada posting terdahulu, kali ini akan dibahas macam-macam clamping yang bisa dipakai dalam welding fixture beserta kegunaannya baik clamping otomatis maupun clamping manual.

Toggle
Toggle dapat diterapkan untuk sistem konvensional maupun otomatis. Cara kerja toggle agar bisa melakukan clamping adalah dengan menyetel bagian clamp-nya (jika standart biasanya berupa baut dan 2 mur sebagai pengunci) sesuai dengan kebutuhan. Setelah itu operator tinggal menggerakkan tuas/handle toggle sampai maksimal (sangat cepat dan mudah).
Toggle sendiri juga memiliki banyak macam dan ukuran tergantung dari bagaimana desain fixture yang akan dibuat. Macam-macam toggle akan dibahas tersendiri di Macam-macam Jenis dan Fungsi Toggle Clamp.
Beberapa alasan kenapa toggle dipandang sebagai clamping paling ideal untuk proses welding sebagai berikut:
  • Penggunaan mudah dan cepat
  • Kuat
  • Memiliki berbagai macam model jenis dan ukuran sehingga dapat diaplikasikan dalam berbagai desain fixture
    Namun demikian toggle tidak disarankan untuk dipakai pada proses machining, karena toggle tidak dapat menahan vibrasi proses machining, sedangkan pada proses welding, vibrasi bisa dikatakan hampir tidak ada.
Screw Clamp
Screw Clamp atau bisa juga didefinisikan dengan clamping yang menggunakan ulir, merupakan alternatif jika sudah tidak dapat lagi menggunakan toggle clamp. Mengapa demikian? Karena clamping model ini sangat memakan banyak waktu dalam operasionalnya dan rawan macet (karena faktor lingkungan welding yang rawan terkena spater).
Beberapa kekurangan sistem ulir dibandingkan toggle:
  • Lama : proses memutar ulir sampai kencang bisa berkali lipat lamanya proses mengerakkan tuas toggle
  • Kekuatan : kekuatan pencekaman berbeda-beda setiap kali melakukan clamping
    Bentuk dari clamping ulir ini beragam, bisa hanya menggunakan part standart bolt (imbush screw), Step block & step clamp dan lain-lain.

Magnet
Salah satu model clamp yang juga praktis adalah magnet. Selain praktis model ini juga murah dan mudah baik dalam pembuatan fixturenya maupun dalam penggunaanya.
Operator tinggal meletakan part sesuai dengan locator yang sudah ada pada fixture – selesai- . Tidak perlu perlakuan apapun lagi part sudah menempel pada fixture. Hanya saja kelemahannya adalah pada kekuatan yang hanya mengandalkan medan magnet, tidak ada kekuatan mekanik yang membantu.
Dengan kelemahan tersebut magnet biasanya hanya sebagai support clamping supaya pemasangan komponen menjadi lebih mudah.
Contoh : untuk pemasangan material pada posisi miring/vertikal operator harus memegangi komponen baru melakukan clamping dengan toggle, maka magnet bisa digunakan untuk membantu operator sehingga tidak perlu memegangi komponen lagi saat melakukan clamp dengan toggle maupun ulir.

Vacuum
Vacuum mungkin sedikit terdengar asing terutama jika dikaitkan dengan masalah clamping system. Pasalnya vacuum hanya mengandalkan tekanan udara minus, sehingga material terhisap dan terpegang.
Vacuum biasanya dipakai untuk part-part yang lebar dan memiliki permukaan yang lebar dan halus (sheet metal), misalnya body mobil, rangka (frame) mobil dan sebagainya. Untuk operasionalnya, biasanya sudah memakai automatic-loader alat untuk memasang part secara otomatis.
Tidak semua part bisa menggunakan clamping jenis karena kontak dengan part adalah berupa karet yang memelukan permukaan yang halus supaya tidak ada celah yang menyebabkan bocor dan berakibat gagal clamping.

Fitting Guide Set
Bentuknya seperti tikus kecil, beberapa ada juga yang menyebutnya “tikus-tikusan”.
Fungsinya untuk mendorong part ke arah tertentu dengan spring supaya part selalu rapat pada referensi yang dikehendaki.
Tujuan : mengantisipasi operator lupa untuk memposisikan part sesuai dengan ketentuan (human error). Misalnya: part harus rapat stopper, tegak lurus, rapat dengan bidang “A” dan sebagainya, yang tidak bisa diwakili hanya dengan clamping utama saja misalnya toggle.

Dan masih banyak clamping system yang lain belum disebutkan dalam pembahasan di atas yang tentu saja tidak bisa disebutkan semua. Namun dengan kombinasi 5 macam clamp di atas sudah cukup bisa mewakili kebutuhan fixture dengan berbagai macam permintaan.

Macam-macam Jig Dan Welding Fixture

Dalam perkembangan industri saat ini terutama fabrikasi, para pelaku bisnis sudah mulai melirik ke automatic production system (sistem produksi otomatis) yang dampaknya adalah mengurangi kebutuhan SDM, meningkatkan kapasitas dan produktivitas dan masih banyak lagi keuntungan yang diperoleh dari sistem ini.

Dalam dunia pengelasan, otomatisasi adalah ROBOT WELDING. Mesin welding yang mampu melakukan pengelasan berdasarkan program yang telah kita buat dengan hasil yang stabil. Untuk mengimbangi kecepatan ROBOT WELDING maka proses pemasangan benda kerja juga harus cepat namun tetap presisi. Salah satu caranya adalah menggunaka fixture otomatis atau semi-otomatis. Yang dimaksud dengan otomatis adalah sistem clamping-nya, otomatis berarti operator tidak perlu lagi melakukan kegiatan clamping benda kerja. Karena sudah otomatis dilakukan oleh fixture.

Berikut ini macam-macam fixture berdasarkan sistem clamping-nya :
  1. Fixture Konvensional


    Dari namanya sudah bisa dibayangkan bahwa fixture ini menggunakan sistem clamping konvensional. Berarti segala macam clamping dilakukan secara konvensional bisa dengan toggle ataupun ulir. Dengan demikian, untuk suatu produk yang terdiri dari banyak part maka clamping seperti ini akan menjadi satu masalah karena memakan banyak waktu dan tentunya tenaga.
    Kelemahan :
  • Waktu loading dan unloading lama
  • Keakuratan pemasangan mengandalkan kemampuan operator (faktor human error tinggi)
    Kelebihan :
  • Biaya pembuatan fixture rendah
  1. Fixture Semi-otomatis
    Fixture ini merupakan gabungan dari fixture konvensional namun beberapa clamping-nya sudah mengaplikasikan sistem clamping otomatis. Sehingga hanya beberapa part saja yang harus diclamping dengan cara konvensional.
    Kelemahan :
  • Faktor safety (karena operator melakukan kegiatan diantara mekanisme yang otomatis)
  • Masih mengandalkan kompetensi operator untuk masalah keakuratan
  • Harus menyediakan sarana pneumatic atau hydraulic
    Kelebihan :
  • Waktu loading menjadi lebih cepat
  • Biaya produksi menurun
  1. Fixture Otomatis
    Fixture ini sudah menggunakan jenis clamping full otomatis, sehingga operator tinggal menekan tombol saja dan masing-masing clamping sudah akan melakukan tugasnya masing-masing. Biasanya clamping dengan sistem ini menggunakan penggerak pneumatic. Namun ada juga beberapa kebutuhan yang harus menggunakan hydraulic, misalnya untuk produk yang memiliki massa besar atau dimensi yang besar.
    Kelemahan :
  • Biaya pembuatan mahal (instalasi hydraulic/pneumatic)
  • Part yang diapakai harus benar-benar OK karena clamping otomatis tidak dapat mendeteksi komponen yang bermasalah, misalnya ukuran diameter minus sehingga positioning menjadi “kocak”
    Kelebihan :
  • Proses loading unloading sangat cepat
  • Keakuratan hasil proses sangat stabil
  • Sangat aman (faktor safety)


Tentu saja apapun jenis fixture yang akan dipakai tergantung pada produk yang akan dikerjakan dan juga perhitungan cost-nya. Dengan mempertimbangkan plus/minus dari masing-masing jenis fixture yang sudah dijelaskan di atas, maka akan mempermudah untuk menentukan jenis fixture apa yang sesuai dengan kebutuhan.